Jember (jurnalbesuki.com) - Sorotan terhadap Koperasi Konsumen Jember Sejahtera (KJHS) semakin santer menyusul hasil inspeksi Komisi B DPRD yang menemukan fakta koperasi itu ternyata tidak menempati kantor dan Stok beras yang dijual ke ASN malah banyak kutunya.
Menindaklanjuti kedua fakta itu, Komisi B melayangkan surat panggilan kepada pengurus koperasi KJHS untuk Rapat Dengar Pendapat. Tetapi agenda rapat yang dijadwalkan pada Senin (13/06/2022) diruang Banmus DPRD Jember pada pukul 10.00 WIB itu tidak dihadiri pengurus koperasi yang dibentuk atas gagasan Bupati Jember tersebut.
Tentu saja Pihak DPRD menjadi geram atas mangkirnya pengurus Koperasi KJHS. "Tidak ada satupun pengurus koperasi hadir memenuhi panggilan kami. Kesannya seperti melecehkan DPRD," ujar David Handoko Seto, Sekretaris Komisi B menyesalkan.
Saat itu, selain David, juga terlihat sejumlah anggota Komisi B lain seperti Alfian Andri Wijaya, Dogol Mulyono, dan beberapa lainnya. Mereka sedari awal sudah menantikan kehadiran pihak Koperasi KJHS dan standby di ruangan Komisi B. David menyebut, DPRD sedianya akan membeber buruknya kualitas beras ASN berdasar hasil uji laboratorium serta temuan kutu dalam kemasan.
Hal itu menurutnya didapatkan dari hasil uji laboratorium yang kemudian mengindikasikan bahwa kualitas beras diduga kuat di bawah standar medium. Dengan demikian, terendus praktik culas penjualan barang yang tidak sesuai antara harga dengan mutunya yang berpotensi menguntungkan segelintir pihak. “Informasi yang kami terima, mangkirnya KJHS, semua izin tidak bisa datang. Padahal, kami mau mengonfirmasi hasil pengujian klinis beras yang dijual kepada ASN itu dan terkait temuan kutu dalam kemasan beras,” seru politisi Partai NasDem itu.
Di samping itu, Komisi B ingin mendapatkan penjelasan mengenai indikasi permainan elite di pusaran konflik kepentingan beras ASN/PNS tersebut. Sebab, praktik penjualan beras diwarnai dengan tindakan yang mengandung unsur pemaksaan kepada ASN. Alfian Andri Wijaya, anggota Komisi B, menguraikan, dikerahkannya ASN/PNS di lingkungan Pemkab Jember untuk beli beras, dinilainya syarat nuansa monopoli karena mencederai semangat UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang beberapa prinsipnya harus mandiri, dikelola secara demokratis, dan keanggotaannya bersifat sukarela.
Dengan demikian, kata Alfian, ASN/PNS sebenarnya berhak menerima dan menolak tanpa ada pengerahan apalagi memaksa halus melalui surat edaran (SE) bupati. “Nuansa adanya konflik kepentingan itu begitu terlihat dari komposisi pengurus yang terdiri atas berbagai ASN, bukan profesional. Kalau sudah terindikasi ada konflik kepentingan, muaranya pasti mengarah ke KKN (korupsi, kolusi, nepotisme, Red),” papar politikus Partai Gerindra itu.
Sebagaimana diketahui, koperasi yang berdiri sejak tahun 2021 itu menjual beras tipe medium kepada ASN/PNS berikut keluarganya sebanyak sekitar 23.000 orang/jiwa. Harga beras dibanderol Rp 9 ribu per kilogram, dengan omzet per bulan mencapai sekitar Rp 2 miliar.
Beras-beras tersebut diperoleh dari sembilan RMU atau tempat penggilingan yang ditunjuk langsung. Yakni Gapoktan Mutiara Tani, Gapoktan Agung Jaya, Gapoktan Mitra Tani Sejati, Poktan Tani Jaya II, Poktan Dewi Sri, Koperasi KTNA Sejahtera, KUD Sumber Alam, KUD Sumber Rejeki, dan KSU Putra Mandiri.(hans)