Situbondo(jurnalbesuki.com) - Meski pengerjaan proyek jalan tol Probowangi belum dimulai, namun penolakan terhadap pembangunan jalan tol mulai muncul, seperti spanduk penolakan yang terpasang areal persawahan di Dusun Sagaran, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Situbondo.
Di areal sawah yang ditanami tanaman jagung tersebut, terpasang spanduk berukuran 1x2 meter dipasang dengan menggunakan tiang bambu setinggi sekitar 3 meter, di spanduk berlatar belakang warna putih dan ada gambar rumah itu, ada tulisan warna biru menggunakan huruf besar bertuliskan TANAH INI SHM NO. 125 LUAS 10.797 M2.
Sedangkan dibawahnya ada tulisan cetak warna merah bertuliskan TIDAK DIJUAL KEPADA TOL PROBOWANGI. Sedangkan di bawahnya ada tulisan cetak warna Putih di-block warna Merah bertuliskan HARGA UMUM/PASARAN RP. 1.500.000/M2, HARGA GANTI RUGI TOL CUMA RP. 280.000/M2, dengan ahli waris Kustinah.
"Spanduk penolakan terhadap penolakan pembangunan tol Probowangi sudah terpasang beberapa hari lalu, sedangkan yang memasang ahli waris tanah tersebut,"ujar Suyono, salah seorang Blimbing, Kecamatan Besuki, Senin (18/9/2023).
Sementara itu, Adil MS (61), salah seorang ahli waris dari almarhumah Kustinah mengatakan, diakui memang dirinya yang memasang spanduk penolakan terhadap pembangunan tol Probowangi tersebut.
"Iya mas, saya yang memasang spanduk itu pada hari Senin tanggal 4 September 2023,"ujar Adil, saat ditemui di rumahnya, Desa/ Kecamatan Besuki, Situbondo.
Menurut dia, ada sejumlah faktor penolakan terhadap proyek tol Probowangi, dari tanah seluas 10.797 M2, yang kena dampak Tol Probowangi hanya seluas 2.489 M2.
"Selain itu, harga ganti rugi yang ditawarkan hanya Rp 280.000 per M2. Padahal harga pasaran tanah di lokasi tersebut sudah diatas Rp 1 juta per M2,"bebernya.
Adil menegaskan, sebagai perbandingan, harga tanah di sebuah perumahan yang letaknya sekitar 500 meter dari lokasi tanahnya, senilai Rp 2 juta per M2.
"Dalam penentuan harga tanah, seharusnya yang menjadi acuan adalah harga sesuai pasar sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 2 Tahun 2012,"katanya.
Lebih jauh Adil menjelaskan, jika tanah miliknya lokasinya strategis, yakni tepat dipinggir jalan desa. Bahkan, tanahnya subur, sehingga bisa bisa ditanami padi, cabe,, tembakau dan jagung.
"Lahan pertanian di Blok Manggis milik kami yang dilintasi tol itu dalam setahunnya bisa 3 kali tanam," ujarnya.
Adil menegaskan, alasan penolakan ketiga adalah, kerugian yang bisa dialami ahli waris dari pemilik tanah atas nama Kustinah, yakni ganti rugi non fisik.
"Dari tanah seluas 10.797 m2, yang terdampak tol seluas 2.489 M2 lokasinya di pinggir jalan, lalu gimana nantinya jika sisa tanah seluas 7.308 M2 tidak ada aksesnya atau tertutup jalan tol, sehingga kami bisa rugi berkali lipat,"imbuhnya.
Adil menambahkan, ada enam orang ahli waris tanah tersebut, sesuai kesepakatan keluarga, tanah yang dipinggir jalan rencananya akan dibuat ruko, sedang tanah yang bagian dalam akan dibuat perumahan.
"Selain sejumlah alasan tersebut di atas, Adil juga mengatakan dalam proses dan tahapan-tahapan terkait ganti rugi tanah terdampak tol, dinilai ada banyak kejanggalan, seperti tidak transparan dan tanpa terlebih dahulu melalui musyawarah kesepakatan harga dengan pemilik tanah,"ucapnya.
Adil mengatakan, karena dirinya dirugikan, pihaknya akan mengadukan dan berkirim surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Situbondo dengan sejumlah tembusan, diantaranya Bupati Situbondo, Kepala BPN Kabupaten Situbondo, Gubernur Jawa Timur, Menteri PUPR di Jakarta.
"Surat pengaduan tersebut tembusannya juga ke Menkopolhukam di Jakarta,"pungkasnya.(ary)